Populer

Pesan Singkat

Senin, September 08, 2008
Keberadaan mesjid di suatu daerah, seperti juga keberadaan istana kerap kali menandai permulaan munculnya peradaban di kawasan tersebut.
Seperti keberadaan mesjid kuno di Dusun Tekil Kulon, Desa Sendangrejo, Baturetno, yang rupanya menjadi penanda dimulainya peradaban di desa tersebut. Bila diperhatikan sekilas, bangunan mesjid dengan atap limasan khas Jawa ini terlihat sederhana. Bagian dindingnya terbuat dari kayu tua, dan di bagian ujung atapnya terdapat penutup yang terbuat dari tanah, sementara itu bagian fondasinya disangga dengan batu besar berwarna putih kekuningan yang kelihatannya cukup tua. Tidak ada yang tahu persis kapan mesjid ini berdiri. Menurut warga sekitar, mesjid kuno ini bahkan sudah ada saat Nyi dan Ki Wonokerso, perintis kawasan tersebut, tiba di Dusun Tekil Kulon yang bersebelahan dengan Dusun Wonokerso. ”Konon, keberadaan mesjid ini masih berkaitan erat dengan Mesjid Agung Demak, malah sebagian sesepuh kampung memperkirakan umur mesjid ini lebih tua daripada Mesjid Demak,” ujar Mulyanto, 47, warga setempat, yang ditemui Espos di mesjid tua tersebut, beberapa waktu lalu. Konon, mesjid ini juga salah satu peninggalan Walisongo. Seperti dituturkan Mulyanto, sesaat sebelum membangun Mesjid Agung Demak, para wali sempat berdiskusi untuk memilih kayu yang baik untuk pembangunan mesjid. Nah, salah satu wali, konon sempat mengalami mimpi ada sebuah pohon jati yang kayunya melengkung. ”Menurut cerita, kayu jati itu berasal dari daerah selatan, ya di Wonogiri sini, di sekitar lokasi mesjid ini,” kata dia. Cagar budaya Meski umur mesjid ini diperkirakan sudah ratusan tahun, kondisinya masih sangat terawat. Dijaga kebersihannya, sebagian besar tiang penyangga bangunan juga masih merupakan kayu asli berumur ratusan tahun. ”Mesjid ini memang sempat direhab, tapi hanya sebagian kecil seperti kayu di beberapa bagian dinding diganti karena sudah lapuk, tapi bagian bangunan lainnya masih tetap dipertahankan,” tambah pria itu. Memasuki bagian dalam mesjid, pengunjung dibuat makin terpesona dengan kesederhanaannya yang kaya makna. Dinding-dindingnya terbuat dari kayu, sementara tiang penyangga mesjid yang terbuat dari kayu tua memberi kesan wibawa bagi mesjid tersebut. Di bagian depan ruangan itu, terdapat bilik kecil untuk tempat imam memimpin salat berjamaah. Sementara itu di samping bilik imam, terlihat mimbar, yang juga terlihat tua dengan ukiran-ukiran khas Jawa. ”Bagian lantainya ini, sudah dilapisi tripleks. Dulu lantai hanya terbuat dari kayu, tetapi saat dipakai salat suka menimbulkan bunyi-bunyi sehingga dilapisi tripleks untuk meredam suara itu,” terang Mulyanto. Entah karena auranya atau karena sejarah asal-usulnya yang penuh misteri, mesjid ini dianggap bertuah oleh sejumlah kalangan. Tak heran, dari hari ke hari pengunjung mesjid pun semakin banyak. Beberapa pejabat dan mantan pejabat dari berbagai daerah bahkan diketahui pernah ke mesjid ini untuk iktikaf. Beberapa waktu lalu, petugas Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala mengunjungi mesjid ini untuk melakukan penelitian terhadap bangunan. Hasilnya, mesjid ini ditetapkan sebagai salah satu cagar budaya yang dilindungi oleh undang-undang. - Oleh : Esmasari Widyaningtyas [solopos.net]

0 komentar:

Posting Komentar