Populer

Pesan Singkat

Sabtu, November 29, 2008
WONOGIRI - Gerakan massal safari laskar penghijauan Kabupaten Wonogiri, dalam rangka pelaksanaan program nasional Indonesia menanam 2008, Kamis (28/11), mengukir prestasi spektakuler dengan memecahkan rekor penanaman pohon terbanyak dunia, yang dicatat oleh Museum Rekor Indonesia (Muri).
Terkait keberhasilan ini, Direktur Muri yang diwakili Sri Widawati SH, menyerahkan piagam penghargaan pemecahan rekor kepada Bupati Wonogiri H Begug Poernomosidi SH. ’’Keberhasilan laskar penghijauan Kabupaten Wonogiri ini, kami catat sebagai rekor dunia di Muri sebagai pemecahan rekor yang ke 3.475,’’ tegas Sri Widawati.

Jumat, November 28, 2008
Wonogiri (Espos)---Laskar penghijauan Wonogiri bakal melakukan penanaman pohon sebanyak 31,7 juta yang dipusatkan di Desa Tawangharjo Kecamatan Giriwoyo, Jumat (28/11).
Selain sebagai tindak lanjut imbauan pemerintah pusat, penanaman pohon tersebut diarahkan untuk mengantisipasi terjadinya kerusakan di enam Subdas di Wonogiri. Menurut Plt Dinas Lingkungan Hidup Kehutanan dan Pertambangan (LHKP) Wonogiri, Pranoto berbagai jenis tanaman yang ditanam, seperti pohon jenis jati, mahoni, tanaman jenis hortikultura dan lain sebagainya. Acara tersebut sedianya selain dihadiri Bupati Wonogiri, Begug Poernomosidi beserta jajaran Muspida, juga akan dihadiri Asisten Deputi Pencemaran Limbah Domestik dan Usaha Skala Kecil atau Rumah Tangga, Tri Bangun Laksono. ”Dengan pencapaian 31,7 juta pohon itu secara otomatis sudah melebihi target awal yang hanya 25 juta pohon. Jika dirata-rata satu pohon senilai Rp 1.000, maka dengan jumlah tersebut dalam penanaman kali ini ditaksir memakan dana Rp 31,7 miliar,” tegasnya saat ditemui wartawan di Lapangan Dusun Mojosawit, Desa Tawangharjo, Kecamatan Giriwoyo, Rabu (26/11). Menurut dia, pelaksanaan penanaman pohon secara resmi dilakukan sejak 28 November hingga 22 Desember. Nantinya, sejak dimulainya penanaman bakal dilanjutkan di 25 kecamatan secara berturut-turut. Dengan demikian, selama kurun waktu tersebut masyarakat Wonogiri bakal melakukan penanaman pohon secara nonstop. ”Penanaman itu akan diakhiri di Kecamatan Jatiroto. Di sana nanti, juga disertai gerakan perempuan menanam pohon, karena momennya bertepatan dengan Hari Ibu,” kata dia. Pada kesempatan yang sama, Plt Kasubdin Lingkungan, Setyo Susilo mengatakan kondisi enam Subdas yang ada di Wonogiri diakui sudah menunjukkan indikasi kerusakan. Sehingga, salah satu terbaik untuk menangani hal itu adalah meningkatkan gerakan penanaman pohon. Enam Subdas di Wonogiri tersebut, terdiri atas Subdas Bengawan Solo hulu, Alang Nanggahan, Wuryantoro, Wiroko, Temon, dan Keduang. Oleh: Ponco Suseno sumber:http://solopos.com/berita.php?ct=17314&d1=wonogiri
Jumat, November 14, 2008
Gusti Allah Tidak nDeso Oleh: Emha Ainun Nadjib Suatu kali Emha Ainun Nadjib ditodong pertanyaan beruntun. Cak Nun, kata sang penanya, misalnya pada waktu bersamaan tiba-tiba sampeyan menghadapi tiga pilihan, yang harus dipilih salah satu: pergi ke masjid untuk shalat Jumat, mengantar pacar berenang, atau mengantar tukang becak miskin ke rumah sakit akibat tabrak lari, mana yang sampeyan pilih?
Cak Nun menjawab lantang, Ya nolong orang kecelakaan. Tapi sampeyan kan dosa karena tidak sembahyang? kejar si penanya. Ah, mosok Allah ndeso gitu, jawab Cak Nun. Kalau saya memilih shalat Jumat, itu namanya mau masuk surga tidak ngajak-ngajak, katanya lagi. Dan lagi belum tentu Tuhan memasukkan ke surga orang yang memperlakukan sembahyang sebagai credit point pribadi. Bagi kita yang menjumpai orang yang saat itu juga harus ditolong, Tuhan tidak berada di mesjid, melainkan pada diri orang yang kecelakaan itu. Tuhan mengidentifikasikan dirinya pada sejumlah orang. Kata Tuhan: kalau engkau menolong orang sakit, Akulah yang sakit itu. Kalau engkau menegur orang yang kesepian, Akulah yang kesepian itu.Kalau engkau memberi makan orang kelaparan, Akulah yang kelaparan itu. Seraya bertanya balik, Emha berujar, Kira-kira Tuhan suka yang mana dari tiga orang ini. Pertama, orang yang shalat lima waktu, membaca al-quran, membangun masjid, tapi korupsi uang negara. Kedua, orang yang tiap hari berdakwah, shalat, hapal al-quran, menganjurkan hidup sederhana, tapi dia sendiri kaya-raya, pelit, dan mengobarkan semangat permusuhan. Ketiga, orang yang tidak shalat, tidak membaca al-quran, tapi suka beramal, tidak korupsi, dan penuh kasih sayang? Kalau saya, ucap Cak Nun, memilih orang yang ketiga. Kalau korupsi uang negara, itu namanya membangun neraka, bukan membangun masjid. Kalau korupsi uang rakyat, itu namanya bukan membaca al-quran, tapi menginjak-injaknya. Kalau korupsi uang rakyat, itu namanya tidak sembahyang, tapi menginjak Tuhan. Sedang orang yang suka beramal, tidak korupsi, dan penuh kasih sayang, itulah orang yang sesungguhnya sembahyang dan membaca Al-Quran. Kriteria kesalehan seseorang tidak hanya diukur lewat shalatnya. Standar kesalehan seseorang tidak melulu dilihat dari banyaknya dia hadir di kebaktian atau misa. Tolok ukur kesalehan hakikatnya adalah output sosialnya : kasih sayang sosial, sikap demokratis, cinta kasih, kemesraan dengan orang lain, memberi, membantu sesama. Idealnya, orang beragama itu seharusnya memang mesti shalat, ikut misa, atau ikut kebaktian, tetapi juga tidak korupsi dan memiliki perilaku yang santun dan berkasih sayang. Agama adalah akhlak. Agama adalah perilaku. Agama adalah sikap. Semua agama tentu mengajarkan kesantunan, belas kasih, dan cinta kasih sesama. Bila kita cuma puasa, shalat, baca al-quran, pergi ke kebaktian, ikut misa, datang ke pura, menurut saya, kita belum layak disebut orang yang beragama. Tetapi, bila saat bersamaan kita tidak mencuri uang negara, meyantuni fakir miskin, memberi makan anak-anak terlantar, hidup bersih, maka itulah orang beragama. Ukuran keberagamaan seseorang sesungguhnya bukan dari kesalehan personalnya, melainkan diukur dari kesalehan sosialnya. Bukan kesalehan pribadi, tapi kesalehan sosial. Orang beragama adalah orang yang bisa menggembirakan tetangganya. Orang beragama ialah orang yang menghormati orang lain, meski beda agama. Orang yang punya solidaritas dan keprihatinan social pada kaum mustadh'afin (kaum tertindas). Juga tidak korupsi dan tidak mengambil yang bukan haknya. Karena itu, orang beragama mestinya memunculkan sikap dan jiwa sosial tinggi. Bukan orang-orang yang meratakan dahinya ke lantai masjid, sementara beberapa meter darinya, orang-orang miskin meronta kelaparan. ~
Pasca penemuan sumber air Luweng Pace tahun 2005 silam, baru-baru ini di kawasan Giritontro kembali ditemukan sebuah sumber air dengan debit air mencapai 400 liter perdetik.
Penemuan dua luweng dengan debit air cukup besar ini diharapkan dapat mengatasi kekeringan yang kerap melanda kawasan ini. “Baru-baru ini, di kawasan kami memang baru ditemukan sumber air baru dalam sebuah Luweng yaitu Luweng Dawung tepatnya di Desa Tlogosari, Kecamatan Giritontro,” terang Sariman, Cmat Giritontro yang ditemui Espos di Wonogiri, Senin (10/11). Sumber air tersebut, sambung Sariman, ditemukan oleh sejumlah mahasiswa pencinta alam Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) yang beberapa waktu lalu melakukan penelusuran di kawasan langganan kekringan itu. Setelah melalui sejumlah pengamatan, debit air dari Luweng Dawung diperkirakan sama besarnya dengan debit air Luweng Pace yaitu sekitar 400 liter per detik. Sebagai informasi, Giritontro adalah satu dari delapan wilayah kecamatan di Wonogiri yang dikategorikan sebagai daerah rawan kekeringan. Di Giritontro sendiri, setidaknya ada lima desa yang tergolong rawan kekeringan, yaitu Jatirejo, Bayemharjo, Tlogosari, Tlogoharjo, dan NgargoharjoPenemuan sumber air baru ini, sudah barang tentu memunculkan harapan baru bagi masyarakat sekitar yang selama ini akrab dengan kekeringan. “Keberadaan Luweng Dawung, nantinya bisa melengkapi kebutuhan air dari Luweng Pace yang rencananya akan mulai dieksplorasi tahun depan,” kata Sariman lagi. Oleh: Esmasari Widyaningtyas sumber :http://www.solopos.com/berita.php?ct=16232&d1=wonogiri