Populer

Pesan Singkat

Jumat, Agustus 22, 2008
Giriwoyo - memperingati HUT Republik Indonesia, paguyuban kesenian Grup musik CONDRONOLO menggelar pentas seni di pendopo kecamatan giriwoyo. paguyuban CONDRONOLO yang berasal dari desa Kamalan ini dipimpin oleh Pak Bedjo Kusni menggebrak warga Giriwoyo untuk memperingati HUT RI ke 63. mungkin anda belum tahu kesenian musik CONDRONOLO ini. sekedar mengingat alat music CONDRONOLO terdiri dari Kendang, Saron, Siter, Banggen, Jedor, alat musik ini tebuat seperti ketipung Dangdut dan terbuat dari kulit sapi/kambing. kalo masyarakat Kamalan - Giriwoyo sendiri menyebut dengan TERBANGAN.
Wonogiri (Espos) Kecamatan Pracimantoro butuh pasokan air bersih berlebih menyusul mulai melemahnya daya beli masyarakat sejak Juni lalu. Kendati datangnya bantuan air bersih dari berbagai pihak sudah diterima sebagian warga, namun hal itu dinilai belum membuat warga tenang mengingat datangnya musim hujan sulit diprediksi di masa mendatang. Menurut Camat Pracimantoro, Drs Slameto Sudibyo, sejumlah desa sangat mengkhawatirkan karena daerah yang sulit dijangkau dengan akses transportasi, seperti Gambirmanis dan Petirsari.
”Kami memang sedang membutuhkan bantuan. Kalau tidak mendapatkan bantuan, warga kami kesulitan mendapatkan air bersih,” jelasnya kepada Espos, Senin (11/8). Dia mengatakan, sekalipun sumber air Seropan di Pracimantoro sudah mulai berfungsi sejak 1 Agustus lalu, namun kebutuhan air bersih dianggap masih belum optimal. Pasalnya, sumber Seropan hanya mampu mengairi delapan desa, yakni Desa Glinggang, Kebonharjo, Gedong, Petirsari, Joho, Sumberagung, Watangrejo, dan Gambirmanis,” imbuhnya. Dia mengatakan, berbagai bantuan air bersih sudah mengalir ke Pracimantoro antara lain dari Pemkab Wonogiri kurang lebih 50 tangki, dan lembaga lain maupun bantuan yang sifatnya personal. ”Seperti hari ini (kemarin -red) kami juga mendapatkan bantuan dari PLN APJ Solo berupa air bersih sebanyak 10 tangki dan pengobatan gratis. Daerah distribusi bantuan kami fokuskan di Joho, di mana daerah ini sangat mudah dijangkau dan berada di tengah-tengah desa lainnya, seperti Sumberagung dan Petirsari. Terpisah, Kasubag Agama dan Kesejateraan Sosial (AKS) Bagian Kesra Setda Wonogiri, Sriyanto, menyatakan sejauh ini dropping air bersih sudah berjalan dengan baik. Sebanyak delapan kecamatan yang mengalami kekeringan sudah mendapatkan bantuan air bersih. Ke delapan kecamatan yang dimaksud berupa Kecamatan Pracimantoro, Paranggupito, Eromoko, Giritontro, Giriwoyo, Batuwarno, Manyaran, dan Nguntoronadi. Sarana Sementara itu, Pemkab Wonogiri telah mencairkan dana senilai Rp 2,27 miliar untuk pemenuhan saran air bersih sejak beberapa hari terakhir. Rencananya, bantuan yang termasuk dalam dana alokasi khusus (DAK) tersebut digunakan untuk pembuatan dan perbaikan sistem perpipaan dan gravitasi yang tersebar di 49 desa di Wonogiri. Menurut petugas Subdin Cipta Karya DPU, Djangkung, program tersebut akan difokuskan tahun ini dan berkelanjutan hingga tahun 2015. Target utama program tersebut adalah untuk memenuhi kebutuhan air bersih seluruh masyarakat Wonogiri sebesar 80%. Pemenuhan air bersih di Wonogiri saat ini baru mencapai 27.000 jiwa. ”Saya kurang hafal desa mana saja yang akan kami identifikasi nanti. Pokoknya, dari sejumlah desa, di antaranya terdapat di Kecamatan Selogiri, Wuryantoro, dan Eromoko,” sebutnya saat ditemui Espos di Kecamatan Selogiri, pekan lalu. Djangkung menambahkan, untuk merealisasikan tujuan tersebut, sosialisasi sudah dilakukan sejak beberapa pekan yang lalu. - Oleh : Ponco Suseno [solopos.net]
Memiliki potensi alam yang melimpah tak lantas seketika memberi keuntungan bagi warga sekitar. Minimnya pengetahuan dan wawasan sering kali menghambat pengembangan eksplorasi kekayaan alam.
Seperti yang dialami oleh sebagian besar warga Desa Sejati, Kecamatan Giriwoyo. ”Sebenarnya desa kami memiliki potensi yang cukup unik yaitu penambangan batu mulia, berupa akik, yang dibentuk menjadi perhiasan dan aksesori lain,” terang Daryoto, Kepala Desa Sejati, belum lama ini. Penambangan batu mulia tersebut mulai dikembangkan sekitar awal 1990-an. Saat itu, pemerintah pusat mengembangkan semacam bengkel pembuatan aksesori untuk mengolah akik yang banyak ditemukan di Dusun Giritengah, Desa Sejati. Nah, setelah bengkel itu diserahkan ke pemerintah daerah, sejumlah pengembangan pun terus dilakukan. Salah satunya adalah dengan pelatihan kepada masyarakat setempat cara pengolahan batu akik untuk diproses menjadi aksesori seperti cincin, hiasan pada keris, arloji hingga pembuatan patung. ”Desa kami memang tak mendapat keuntungan finansial secara langsung dari pengolahan batu akik itu, tapi di bengkel pengolahan batu akik itu masyarakat bisa menimba ilmu dan akhirnya membuka bengkel pengolahan sendiri,” kata Daryoto lagi. Hingga saat ini tercatat tiga warga yang membuka pengolahan akik sederhana di Desa Sejati. Berbeda dengan bengkel pengolahan milik pemerintah yang lebih maju dan memiliki modal dan jalur pemasaran yang cukup baik, para pengolah batu akik tradisional ini mengalami sedikit kendala khususnya dalam permodalan. ”Untuk bengkel pengolahan, jalur pemasarannya sudah cukup luas, hingga ke Semarang, serta Solo ada pula pesanan dari beberapa daerah lain. Tapi pengolah tradisional sedikit terkendala karena mereka relatif baru dalam bidang ini sehingga belum punya jalur pemasaran yang luas,” terang Daryoto. Untuk membantu pemasaran, para pengolah batu akik tradisional menitipkan hasil karya mereka di tempat-tempat penjualan. Lantaran belum terlalu populer, para pengolah batu akik tradisional ini masih mengerjakan sendiri seluruh proses pengolahan batu akik. ”Terkadang, kalau kebetulan ada pesanan sedikit banyak, baru mereka merekrut beberapa tetangga untuk membantu, ya, jadi hanya bekerja kalau ada pesanan,” katanya. - Oleh : Esmasari Widyaningtyas [solopos.net]