Populer

Pesan Singkat

Minggu, Maret 30, 2008
Wonogiri - Flu burung atau avian influenza (AI) menyerang Kecamatan Giriwoyo, Wonogiri. Ditemukannya kasus itu, dalam satu bulan terakhir, enam kecamatan di Kabupaten Wonogiri terserang AI. Tingginya kasus itu semakin menambah deretan panjang kasus AI yang menyerang Kota Gaplek ini, setelah pada tahun 2007, Wonogiri dinyatakan sebagai kawasan endemik AI di Jateng.
Kecamatan yang diserang AI tersebut adalah Wonogiri, Selogiri, Wuryantoro, Eromoko, Ngadirojo, serta Giriwoyo. ”Beberapa pekan sebelumnya, Kecamatan Ngadirojo juga ditemukan kasus AI yang menyerang unggas warga berjumlah ratusan. Kemudian yang terbaru ditemukan Selasa (18/3) lalu, yakni kasus serupa di Kecamatan Giriwoyo. Sejumlah unggas warga setelah diteliti ternyata positif flu burung,” ujar Kasubdin Kesehatan Hewan Dinas Kehewanan Perikanan dan Kelautan (Diswanperla), Ismaryati Budiningsih, saat ditemui Espos seusai menghadiri Pencanangan Paket Siswa Tanggap Flu Burung di SDN 1 Wonogiri, Senin (24/3). Kasus AI di Giriwoyo, kata Ismaryati, hanya menyerang sejumlah unggas dan tak sampai menyerang manusia. Warga yang mengetahui ayam mereka mati mendadak, sambungnya, langsung melakukan pengamanan dengan membakar bangkai. Dia menegaskan, selama musim hujan ini, AI akan tetap mengganas. Pasalnya, kondisi yang lembab dan curah hujan yang tinggi akan menjadi tempat yang mudah menyebarnya virus AI. ”Selama Januari-April ini, kasus flu burung masih tetap mengganas. Cuaca yang lembab dan tingginya curah hujan menjadi faktor utama menyebarnya AI. Namun, kami semua kan sangat berharap kasus ini berhenti sampai di sini saja,” paparnya. Informasi yang dihimpun Espos menyebutkan, dalam tahun 2007 virus itu telah menyerang 21 desa di delapan kecamatan. Sementara itu, catatan khusus selama satu bulan terakhir ini, terhitung sejak Februari 2008 telah terjadi kasus di enam kecamatan. Kepala Bidang Ekonomi Badan Perencanaan Daerah (Bapeda), Safuan, menegaskan salah satu upaya yang ditempuh untuk menekan tingginya kasus AI di Wonogiri adalah dengan mencanangkan tanggap flu burung di 220 SD se-Wonogiri, sosialisasi penanggulangan flu burung, serta vaksinasi. Program tersebut menelan biaya sekitar Rp 300 juta dari APBD. Sementara itu, hasil kerja sama dengan perwakilan UNICEF dan pemerintahan Jateng juga mendapat tambahan dana senilai Rp 40 juta. ”Namun upaya tersebut juga harus dibarengi dengan kesadaran masyarakat untuk berpola hidup bersih,” pesannya. - m60 [ solopos.net]
PetugasPolsek Giriwoyo, Minggu (9/3) malam, menggelar tasyakuran. Menurut Kapolres Wonogiri AKBP Agus Djaka Santoso melalui Kapolsek Giriwoyo, AKP Darmanto, tasyakuran itu menandai perpindahan kantor ke lokasi baru. ”Kantor baru menempati bekas Kantor Kecamatan Giriwoyo dengan luas 350 m2. Pembangunan kantor dengan luas bangunan 14 m x 25 m menelan anggaran Rp 309 juta dan dibiayai dari APBD,” ujarnya.
PetugasPolsek Giriwoyo, Minggu (9/3) malam, menggelar tasyakuran. Menurut Kapolres Wonogiri AKBP Agus Djaka Santoso melalui Kapolsek Giriwoyo, AKP Darmanto, tasyakuran itu menandai perpindahan kantor ke lokasi baru. ”Kantor baru menempati bekas Kantor Kecamatan Giriwoyo dengan luas 350 m2. Pembangunan kantor dengan luas bangunan 14 m x 25 m menelan anggaran Rp 309 juta dan dibiayai dari APBD,” ujarnya.
Giritontro - Seorang guru agama di salah satu SD di Kecamatan Paranggupito, Sarmin, 54, ditemukan tewas memeluk rumput. Camat Giritontro H Sariman saat ditemui Espos, Selasa (4/3), di sela-sela kegiatannya, menceritakan korban adalah warga Genteng, Desa Ngargoharjo, Giritontro. Korban kemarin (Senin-red) ditemukan di wilayah Pringkuku, Pacitan, Jatim oleh mertuanya yang bernama Poli, jelasnya.
Sariman menyatakan korban sekitar pukul 13.00 WIB pergi mencari rumput di lokasi yang berjarak 500 meter dari rumah. Dengan motor, korban pergi tetapi ditunggu hingga pukul 19.00 WIB belum datang, sehingga mertua korban berinisiatif mencari. Saat ditemukan korban sudah tidak bernyawa dengan posisi memeluk rumput. Sedangkan motor masih berada tidak jauh dari lokasi korban. Menurut Sariman, korban sudah lama menderita sakit varises. - tus [solopos.net]
Hanya karena mengamati cara kerja lampu penerangan jalan, keduanya bisa menciptakan sebuah jemuran dengan penggerak yang berfungsi untuk mengantisipasi datangnya hujan. Dengan menggunakan semacam sensor air dan cahaya, saat hujan turun jemuran bisa otomatis bergerak ke tempat teduh. ”Sebenarnya idenya sederhana, prinsipnya sama dengan lampu merkuri di jalan. Lampu penerangan itu kan menyala otomatis saat gelap dan mati saat cuaca terang. Hanya penerapannya dibuat terbalik,” terang Eko saat ditemui Espos di sela-sela pameran hasil penelitian di Pendapa rumah dinas Bupati Wonogiri, Selasa (26/2).
Seperti prinsip kerja lampu penerangan jalan, prinsip jemuran otomatis ini pun cukup sederhana. Mulanya, jemuran yang dilengkapi dengan alat sensor cahaya dan air diletakkan di tempat yang sebagian terkena cahaya matahari sementara sebagian lainnya merupakan tempat teduh. Saat sinar matahari muncul, jemuran bisa diletakkan di bagian yang memiliki sinar cukup. Berikutnya, saat cahaya matahari mulai redup, sensor secara otomatis akan mengirim sinyal yang menggerakkan motor yang secara otomatis menggeser tali jemuran ke tempat yang lebih teduh. ”Hujan sekarang tidak bisa diprediksi kapan turun. Ibu rumah tangga jadi repot saat menjemur pakaian. Dengan alat ini, tidak usah repot lagi karena jemurannya sudah bisa bergeser sendiri,” timpal Edi. Secara umum, jemuran dengan penggerak ini barangkali terlihat sederhana, namun bila menilik manfaatnya, khususnya dalam musim penghujan seperti saat ini, alat sederhana ini akan sangat berguna. Kekaguman tentu kian bertambah saat menyadari bahwa ide sederhana yang brilian ini ternyata muncul dari pikiran sederhana siswa-siswa sekolah kejuruan yang dulu kerap dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Peserta pameran lainnya adalah SMKN 2 Wonogiri yang menampilkan briket berbahan sampah organik. Informasi mengenai produk itu menyebutkan briket bioarang bisa menjadi energi alternatif di tengah makin langkanya minyak tanah. Berbeda dengan briket batubara, penggunaan briket bioarang harus melalui pengarangan agar menghasilkan panas yang tinggi. Bahan-bahan yang dipakai antara lain daun kering dan ampas gergajian kayu. - Esmasari Widyaningtyas [solopos.net]