Populer

Pesan Singkat

Rabu, Mei 26, 2010

JIKA ingin mengukur seberapa pentingnya seseorang, lihatlah saat ia dimakamkan.

Pemakaman Ibu Negara Ketiga RI, Hasri Ainun Besari Habibie di Kompleks Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata berlangsung dengan penuh duka. Ribuan pelayat memenuhi halaman kediaman Habibie yang terletak di Patra Kuningan sejak pagi hari.

Tepat Pukul 10.25 WIB, upacara pelepasan peti jenazah Ainun Habibie dimulai. Pemberangkatan peti jenazah dipimpin Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menkokesra) HR Agung Laksono. Suasana sempat hening ketika jenazah diberangkatkan menuju TMP Kalibata. Pasukan penghormatan serta marching band siap mengantar peti jenazah.



Sesampainya di TMP Kalibata, Bacharuddin Jusuf Habibie terlihat tak kuasa menahan duka saat mengawal prosesi pemakaman istri tercintanya. Presiden ketiga RI tersebut dipapah Ibu Negara Ny Ani Yudhoyono. Di depannya, Presiden SBY berjalan tepat di belakang jenazah yang diusung Paspampres menuju liang lahat yang telah disiapkan.

Sekitar pukul 11.20 WIB, prosesi pemakaman kenegaraan dimulai. Habibie turut memberi hormat saat peti jenazah dimasukkan ke liang lahat, diiringi tembakan salvo. Air mata Habibie tumpah saat menabur tanah ke atas peti jenazah istri yang telah menemaninya selama 48 tahun itu.

Sambil dipapah kedua putranya, Thariq Kemal dan Ilham Akbar, ia berusaha tegar sampai prosesi penimbunan peti jenazah usai. Habibie lalu meletakkan bunga dan mengelus lembut pusara istrinya.
Pemakaman di TMP Kalibata kemarin dihadiri ribuan pelayat. Kebanyakan berasal dari karyawan BPPT, ICMI, dan aktivis yayasan-yayasan yang dipimpin Ainun.

Selain Presiden dan Ibu Negara, sejumlah tokoh juga hadir. Antara lain, Ketua MPR Taufiq Kiemas yang ditemani putrinya, Puan Maharani. Juga, Ketua DPD Irman Gusman, dan Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso.

Ada pula para mantan Wakil Presiden, yakni HM Jusuf Kalla, Try Sutrisno, dan Hamzah Haz. Hadir pula mantan Ibu Negara Shinta Nuriyah Wahid.

Pejabat menteri dan setingkat menteri juga hadir. Di antaranya Menteri Pendidikan Nasional Muh Nuh, Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Alifian Mallarangeng, serta Menkokesra Agung Laksono, dan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa.

Beberapa tokoh asal Sulsel juga hadir. Di antaranya, mantan Presiden Partai PDK Ryaas Rasyid, serta Wali Kota Parepare HM Zain Katoe.

Dalam sambutannya mewakili negara, Presiden SBY mengatakan, bangsa Indonesia telah kehilangan salah satu tokoh terbaiknya. "Kita telah kehilangan salah seorang tokoh wanita Indonesia terbaik, seorang Ibu Negara yang penuh kasih, pejuang kemanusiaan yang tulus, serta ibu dari sebuah keluarga panutan," kata SBY.

"Almarhumah senantisasa mendampingi Bapak Habibie, dalam suka dan duka…," SBY tiba-tiba menghentikan pidatonya. Sayup-sayup memang terdengar suara azan pertanda waktu Zuhur telah tiba.
Awalnya, suara azan hanya datang dari arah kiri TMP Kalibata. Namun tanpa dikomando, suara azan juga mengumandang dari arah kanan dan belakang.

Ajaib. Bunyi azan yang sambung-menyambung tersebut sama sekali bukan rangkaian acara kenegaraan yang disusun Istana. Suara itu seperti sebuah pertanda bahwa Bumi telah menerima jasad Ainun dengan baik.

Penghargaan pemerintah kepada Ainun tidak sekadar dengan menempatkannya di TMP Kalibata. Pemerintah menganugerahi dua bintang kehormatan, yakni Bintang Jasa Republik Indonesia kelas dua dan Bintang Jasa Mahaputra Adi Pradana.

Ibu negara ini adalah sosok yang setia kepada suami. Wajar bila BJ Habibie sangat mencintai perempuan kelahiran Semarang, 1 Agustus 1937 ini.

Ainun adalah pendamping Habibie di saat suka maupun duka. Termasuk ketika Habibie menjadi Presiden ke-3 RI, tepat di saat negara diguncang multi krisis, bertepatan dimulainya era reformasi yang dramatis dan menentukan.

Dalam buku "Detik-detik Menentukan" karya BJ Habibie --pada halaman 56-- mantan Menristek di Era Soeharto ini menuturkan, pernah suatu malam di saat dirinya sudah menjadi presiden, Ainun mengingatkannya untuk beristirahat.

Semula, Habibie mengikuti saran istrinya dan segera mengganti baju dengan pakaian tidur. Namun, setelah berbaring Habibie tetap tak bisa tidur.

"Saya berdiri perlahan, untuk tidak mengganggu istri saya yang sedang tidur. Saya menutup bantal dan guling dengan selimut untuk memberi kesan seakan-akan saya berbaring di bawah selimut tersebut. Saya keluar ke tempat saya semula menyusun catatan mengenai langkah-langkah awal dan dasar ataupun prinsip, sikap, dan kebijakan yang harus saya ambil," kata Habibie dalam bukunya.

Junus Effendy "Fanny" Habibie mewakili pihak keluarga menuturkan, selama dirawat di rumah Sakit Munich Jerman, Ainun harus menjalani 12 kali operasi. "Ibu Ainun dirawat 1,5 bulan. Selama itu pula Pak Habibie dengan setia menunggui," kata Fanny, adik BJ Habibie.

Dalam perjalanan 12 jam dari Munich ke Jakarta, BJ Habibie tak ingin jauh dari peti jenazah. Bahkan saat akan diturunkan ke liang lahat, Habibie berupaya memberikan ciuman terakhir.
"Perkenankanlah kami menyampaikan penghargaan yang sebesarnya kepada pemerintah RI," Fanny menghentikan pidatonya sejenak karena tak mampu menahan air mata.

"Terima kasih khususnya kepada presiden RI yang telah memberikan perhatian kepada almarhumah, baik berupa transportasi dari Jerman, hingga pemakaman. Sungguh pintu maaf yang dibukakan akan mempermudah perjalanan almarhumah," imbuh Fanny.

Dekat Makam Barlop

Makam Ainun Habibie, berjarak sekitar 200 meter dari pintu masuk TMPN Kalibata. Tak jauh dari makam Ainun, terdapat makam pendekar hukum asal tanah Mandar, Sulawesi Barat, Baharuddin Lopa (Barlop). "Makam bapak (Barlop) tidak jauh dari makam ibu Ainun," kata Iskandar Baharuddin Lopa, putra pertama Barlop, sambil menunjuk ke salah satu makam di kompleks tersebut.

Anggota DPD dari Daerah Pemilihan Sulbar ini kemudian membandingkan seremoni pemakaman antara Ainun dan Barlop. "Prosesinya sama. Dua-duanya dengan upacara kenegaraan," jelasnya.

Kedua tokoh ini juga sama-sama wafat di luar negeri. Kalau Ibu Ainun di Munich Jerman, maka Barlop wafat di Riyadh Arab Saudi. "Perjalanan jenazah Ainun hingga 12 jam, sementara bapak hanya 9 jam dari Riyadh," sebutnya.

Kepada Fajar Media Center (FMC) Iskandar juga mengungkapkan, hubungan keluarganya dengan keluarga Habibie sangat dekat. Hampir setiap pagi, Habibie memanggil Baharuddin Lopa untuk sarapan bersama.

Di bawah kepemimpinan Habibie-lah, Baharuddin Lopa mendapat kesempatan menjadi Duta Besar untuk Arab Saudi. "Setelah itu, di zaman Gus Dur bapak diangkat menjadi Jaksa Agung," kenangnya. (fmc/jpnn)

0 komentar:

Posting Komentar